Dari Nafi’, dia menyebutkan bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya tentang suatu masalah kepada Ibnu Umar. Namun beliau malah menundukkan kepalanya dan sama sekali tidak menjawab pertanyaan orang itu. Orang-orang mengira bahwa beliau benar-benar tidak mendengar pertanyaan laki-laki tersebut. Kemudian laki-laki tersebut kembali berkata kepada beliau,"Semoga Alloh melimpahkan rahmat kepadamu. Apakah anda tidak mendengar peranyaanku?” Ibnu menjawab, “Aku mendengarnya. Akan tetapi seakan-akan kalian mengira bahwa Alloh tidak akan meminta pertanggungjawaban atas pertanyaan yang kalian ajukan kepadaku. Olehkarena itu tinggalkanlah kami terlebih dahulu -semoga Alloh melimpahkan rahmat kepadamu- sampai kami bisa memahami pertanyaanmu. Jika kami menemukan jawabannya, maka kamipun akan menyampaikan jawaban tersebut. Akan tetapi ji tidak, maka kamipun akan memberitahukan kepadamu bahwa kami tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu.” (Shifatu Ash-Shafwah I/566)
Dari Musa bin Ali bin Rabbah, dari ayahnya dia berkata, “Jika ad yang bertanya kepada Zaid bin Tsabit maka beliau akan berkata, “Apakah kejadian yang kamutanyakan benar-benar ada?” Jika orang yang bertanya tadi menjawab, “ya” beliaupun akan menanggapinya. Akan tetapi jika dia menjawab “tidak”, maka Zaid tidak akan membahasnya.” (Siyaru A’lam An-Nubala, II/438)
Dari Ayub dia berkata, “Ketika berada di Mina aku telah mendengar Al- Qosim ditanya tentang sesuatu. Ternyata pada waktu itu ia menjawab saya tidak tahu. Ketika orang-orang terus mendesak dengan pertanyaan, beliau tetap saja berkata, “Demi Alloh, aku tidak mengetahui semua yang kalian tanyakan kepadaku. Seandainya aku tahu, tidak mungkin aku akan menyembunyikan ilmu dari kalian. Sebab seorang yang hidup dalam keadaan bodoh –setelah ia mengetahui hak Alloh- akan lebih baik baginya daripada ia alim tetapi ketika ditanya tidak memberitahukan jawabannya.” (Shifatu Ash-Shafwah II/89)